Senin, 02 Maret 2015

Perjuangan Bobotoh Diangkat Jadi Reality Show




Cerita menarik Bobotoh dalam mendukung Persib Bandung menjuarai Indonesia Super League (ISL) 2014 menarik perhatian rumah produksi Dreamlight World Media. Rumah produksi ini akan mengangkat kisah-kisah nyata itu menjadi reality show berjudul Mimpi Bobotoh yang terbagai dalam 26 episode.“Ini bentuk visualisasi dari fanatisme suporter. Sebuah potret kehidupan yang penuh perjuangan dan diekspersikan dengan luar biasa," kata produser Mimpi Bobotoh Bram dalam jumpa pers di Taman Film, Bandung, Ahad (16/11).Mimpi Bobotoh ini merupakan bentuk program yang mengangkat sisi di balik kisah fanatisme Bobotoh mendukung Maung Bandung. Cerita yang diangkat pun beragam dengan latar belakang berbeda."Seperti yang sudah dijelaskan, ini bukan settingan. Ini realita, memang seperti itu," ungkapnya.Dalam salah satu episode misalnya mengangkat kisah seorang bobotoh laki-laki bernama Tya rela mencari kayu bakar demi untuk membeli tiket pertandingan Persib Bandung di Stadion Si Jalak Harupat. Anak berusia 13 tahun menyempatkan memungut kayu bakar kurang lebih 10 kilometer dari rumahnya sepulang sekolah. Kayu-kayu bakar tersebut kemudian dijual lalu hasilnya ditabung untuk membeli tiket pertandingan Persib.Menurut Bram, ada tiga kriteria utama bobotoh yang ceritanya akan diangkat dalam Mimpi Bobotoh tersebut."Ia haruslah bobotoh sejati yang mempunyai mimpi, keinginan kuat, dan perjuangan lewat usahanya," katanya.Hal itu juga yang membuat ia cukup kesulitan mencari sosok yang akan dihadirkan setiap episodenya. Pasalnya, Bram menginginkan kisah dalam reality show tersebut benarlah fakta bukan hanya settingan semata."Paling susah mencari dan menyeleksi karena kita punya tanggung jawab moral agar yang ditampilkan itu bisa jadi inspirasi, kalau produksinya sih terbilang singkat sekitar2 hari,” ungkapnya.Direktur Marketing PT Persib Bandung Bermartabat (PT PBB) Muhammad Farhan menyambut baik program tersebut. Menurutnya, program tersebut dapat menjadi motivasi kepada Bobotoh dalam memberikan dukungan kepada tim kesayangan."Ada bobotoh cilik yang nabung sampai bisa beli tiket Persib, bukan tiket palsu ataupun tiket keriting, itu mengharukan sekali, ia itu bobotoh yang memberi kontribusi nyata kepada Persib," ujar Farhan.Diungkapkannya, program ini juga bisa menginspirasi semua orang untuk mewujudkan mimpinya. "Program ini menunjukkan perwujudan mimpi dan hasil dari kerja keras. Semua pasti diawali dari mimpi," ujarnya.

Klub Sepak Bola Rasa Panitia Pensi


Sibuk menunggu pergerakan klub kesayangan menjelang bergulirnya Liga Super Indonesia (LSI) 2014-2015? Gregetan dengan transfer pemainnya yang super lambat? Atau dengan sponsor tim yang belum pasti? Tenang, jangan dulu kesel, seharusnya Anda terbiasa dengan situasi ini. Karena inilah ciri sepak bola Indonesia. Lebih tepatnya kebiasaan klub sepak bola Indonesia. Setiap awal musim klub-klub kita selalu disibukan oleh semua masalah itu secara bersamaan. Masalah pemain, sponsor, hingga perizinan mereka kejar dalam waktu yang simultan.
Perlu dicatat, klub-klub sepak bola kita hampir seluruhnya berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT) atau sebuah perusahaan yang orientasi profit. Namun rupanya, putaran roda kompetisi bagi klub kita memang ibarat sebuah konser musik, atau acara pentas seni di sekolah. Ya, pensi! Salah satu pengalaman berharga ketika saya duduk di bangku sekolah, atau perguruan tinggi adalah saat harus disibukan dengan acara kesenian. Terlibat dalam sebuah kepanitian acara pentas kesenian menjadi hal yang selalu diingat.
Bukan karena romantika kisah pedekate dengan gebetan, tetapi karena harus mulai belajar mengorganisasi sebuah kelompok. Bergerak dalam sistem, untuk satu tujuan; acara sukses! Yang ditandakan dengan banyak penonton, orang terhibur dan pengisi acara puas. Menyukseskan acara pensi sama juga dengan kesuksesan kita mengangkat nama almamater, dimata almamater lainnya. Salah satu kriterianya adalah, semakin kondang pengisi acara, semakin banyak penonton yang datang dan semakin glamor penataan acara.
Mungkin hal ini juga yang dirasakan oleh Anda jika sempat mengenyam pendidikan, setidaknya di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Perguruan Tinggi. Lika-liku dramatika pagelaran hingga kini akan anda ingat. Dramatika yang terkadang bikin tegang, dan stress bukan kepalang. Ketegangan bisa timbul karena berbagai hal. Misalnya, artis panggung yang belum jelas, sumber dana yang masih minim, perizinan yang masih sulit, atau konflik internal yang mengancam keberlangsungan acara. Semua itu mereka lakukan dalam waktu yang bersamaan, seperti halnya klub sepak bola Indonesia menjelang liga bergulir.
Padahal logikanya, sebagai perusahaan dan organisasi profesional klub sepak bola harusnya lebih maju dari itu. Setidaknya masalah dana, sudah tidak perlu dimulai dari nol lagi ketika mengawali musim yang baru.
Dari sini, prinsi keberlanjutan dari sebuah perusahaan tidak dimiliki. Klub tidak memiliki pendapatan yang tetap, karena hanya bersandar pada sponsor. Sponsor yang diikatpun akhirnya hanya dalam jangka waktu pendek, satu musim saja.Lalu, soal permain. Hanya beberapa klub saja di LSI yang saat ini sudah hampir menyudahi perburuan pemainnya. Sebagian besar klub masih bingung dengan komposisi pemain. Padahal kompetisi tinggal menghitung minggu.
Ini menggambarkan betapa LSI penuh ketidak pastian. Dan investor yang tak punya hitung-hitungan bisnis yang mau simpan uang di liga ini. Saya ragu, mereka bisa mendapatkan cuan dari klub sepak bola dengan rasa panitia pensi ini. Seperti sponsor pensi yang terkadang hanya berdasar iba, karena proposal datang dari almamater yang sama.

Minggu, 08 Februari 2015

Bobotoh dan “Etik Persib”

                                              

Sebagai sebuah konsep identitas, “bobotoh” bukanlah konsep yang mati, melainkan terus berevolusi, “unfinished things”, hal ihwal yang belum selesai – apalagi jika kita berbicara tentang bentuk ekspresi dukungan. Siapa yang bisa menolak hal itu?Jika kita baca artikel-artikel tentang Persib dan bobotoh di zaman dulu, seperti yang ditulis Bapak Usep Romli dan Ibu Ami Raksanagara yang sudah dikutip di artikel sebelumnya, terlihat jelas bagaimana ekspresi ke-bobotoh-an itu terus berubah dan menyesuaikan dengan perkembangan zaman.Jika dulu tidak ada kekhususan atribut, sekarang atribut bobotoh makin beragam. Jika dulu ekspresi di stadion cukup dengan melambaikan kertas koran dan saputangan, sekarang sudah diperkaya dengan bendera dan banner raksasa sampai api-suar yang beragam warna.Jika dulu yel-yel suporter hanya “Hidup Persib… Hidup Persib” dan “Halo Halo Bandung”, sekarang di tribun makin kaya dengan –bukan lagi yel tapi…– chant yang berbeda-beda dan terus dan akan kian bertambah. Jika dulu bobotoh “bermusuhan” dengan suporter PSMS dan Persebaya, sekarang  bobotoh punya rival baru dari Jakarta dan [mungkin] Malang. Jika dulu bobotoh bersifat organik, sekarang bobotoh sudah terhimpun dengan berbagai firm, dari firm besar sampai firm-firm kecil.Bagaimana bisa terjadi perubahan gaya berekspresi itu? Karena manusia – sebagaimana Persib dan bobotoh– hidup di dalam waktu yang terus berjalan. Dari mana asalnya inspirasi perubahan-perubahan baru itu? Dari orang lain yang diantarkan kepada kita melalui berbagai medium: media massa, film, televisi, internet.Dari sisi ini, Persib dan bobotoh tak ubahnya seperti sejarah Bandung: tumbuh dan berkembang karena berinteraksi bukan hanya dengan Badak dan Maung, tapi juga dengan Jawa, Batak, Minangkabau, Makasar sampai Eropa. Sejarah Bandung modern adalah kisah tentang interaksipituin dengan “the-others” yang berlangsung secara terus menerus dan nyaris tiada putus.Interaksi itu seringkali berjalan tidak linier. Dalam banyak waktu dan kesempatan, interaksi itu juga kadang tidak berlangsung mulus. Gesekan sudah pasti tak terhindarkan. Namanya juga interaksi, mustahil tak melahirkan gesekan, tumbukan, dan/atau persinggungan. Yang terpokok adalah bagaimana interaksi itu bisa diperlakukan sebagai energi kreatif yang membuat kita semakin kaya warna.Dilema atas fenomena interaksi itu diutarakan dengan bernas oleh Wiranatakusuma V, “Dalem Bandung” yang terakhir, Menteri Dalam Negeri Pertama Republik Indonesia, Presiden/Wali Negara Pasundan, yang oleh banyak kalangan dihormati sebagai “Raja Sunda terakhir” dan kadang dianggap sebagai perwujudan modern dari Prabu Siliwangi. Dia pernah berkata: ”Saya rasakan bagaimana sejak kecil hati saya tertarik ke dalam dunia bumiputra, dan saya rasakan pula betapa beberapa hal yang mendesak saya ke dunia Eropa.”Dalem Bandung Wiranatakusuma V adalah pituin Priangan yang tak perlu diragukan lagi identitas ke-Sunda-annya. Akan tetapi, ke-Sunda-an yang membentuk pribadinya adalah ke-Sunda-an yang terbuka pada wawasan baru, visi baru dan masa depan yang baru. Dia adalah seorang kosmopolit, sebagaimana semua founding-fathers republik ini. Dia bukan hanya diasuh oleh R.Martanagara (Bupati Bandung), R. Ardinagara (Jaksa Bandung), dan R. Suriadiningrat (Camat Cilokotot/Cimahi), tapi juga dibimbing langsung oleh Snouck Hurgronje dan GA Hazeu.Bagaimana interaksi dan dilema batin itu diselesaikan oleh Wiranatakusuma V? Sederhana: dia menyerahkan dirinya demi masyarakat. Apa pun dan bagaimana pun cara dan jalannya, dan dari mana pun datangnya, selama baik bagi masyarakat Bandung dan Priangan yang dipimpinnya, dia pasti akan melakukannya.Itulah sebabnya dia menerima saja permintaan untuk jadi Wali Negara Pasundan pada masa revolusi. Sebab, jika bukan dia, bukan tidak mungkin yang menjadi Wali Negara Pasundan adalah orang NICA atau menak yang mementingkan diri sendiri seperti Kartalegawa. Jangan heran ketika Republik Indonesia Serikat [negara federal] itu bubar, Wiranatakusuma V adalah orang pertama yang memutuskan untuk membubarkan Negara Pasundan dan bergabung dengan Republik Indonesia. Sedihnya, setelah itu, beliau harus menerima tuduhan sebagai “separatis”.Kita punya Wiranatakusuma V dalam sejarah Priangan modern. Dilema interaksi dengan dunia luar yang dialaminya berhasil didamaikan dengan menjadikan rakyatnya sebagai poros dan tujuan utama dari apa pun dilema yang dihadapinya. Jika begitu, bisakah kita sebagai bobotoh, menjadikan Persib sebagai poros dan tujuan utama dari dilema dan persoalan apa pun yang kita hadapi?Sebagai bobotoh, kita diikat oleh sebuah etika yang kami ingin menyebutnya sebagai “etik Persib”. Dengan “etik Persib” ini, maka yang menjadi penekanan adalah Persib itu sendiri, bukan bobotoh. Apa pun yang kita lakukan, apa pun persoalan yang kita hadapi, sebaiknya kita berpikir dalam kerangka “etik Persib” ini.Secara ringkas, “etik Persib” ini bisa dirumuskan dengan pernyataan sederhana: “Apa pun yang bisa membawa kebaikan bagi Persib, ayo kita lakukan. Dan apa pun yang membawa keburukan bagi Persib, ayo kita tinggalkan.”“Etika”, tentu saja, bukanlah “hukum”. “Etika” adalah kesepakatan bersama, seringkali “etika” tidak tertuliskan secara eksplisit; berbeda dengan “hukum” yang serba eksplisit, dan terang benderang bagaimana aturan dan sanksinya.Semoga saja “etik  Persib” ini bisa diresapkan dengan sebaik-baiknya oleh bobotoh. Sebab, sebagaimana definisi asli “bobotoh” sebagai “purah ngagedean hate atawa ngahudang sumanget ka nu rek atawa keur ngadu jajaten”, eksistensi yang harus bersama-sama kita besarkan dan kita jaga adalah Persib, bukan bobotoh itu sendiri.  Eksistenti bobotoh dan beragam firm-nya boleh saja berganti-ganti, tapi semogalah eksistensi Persib tetap berkibar selamanya.Pada awal dan pada akhirnya, bobotoh itu untuk Persib. Bukan bobotoh yang sedang “ngadu jajaten”. Yang sedang “ngadu jajaten” adalah Persib.Karena bendera kita masih sama: PERSIB BANDUNG. Karena firm kita juga masih sama: BOBOTOH. Maka: bersatulah bobotoh sa alam dunya!x

CASUALS


SEJARAH
Sejak pertengahan dekade 50-an, para pendukung sepak bola di Inggris sudah mulai terpengaruh dengan gaya berpakaian Teddy Boys, yang tumbuh pada masa itu. Dan asal-usul budaya Casuals sendiri dapat dilihat dalam sub kultur Mod pada awal 60-an. Para pemuda pengikut sub kultur Mod, mulai membawa gaya berpakaiannya ke dalam teras sepak bola. Kemudian pengikut-pengikut sub kultur lain seperti Skinhead juga membawa gaya berpakaiannya kedalam teras sepak bola. Ditandai dengan kebangkitan sub kultur Mod pada akhir 70-an, Casuals mulai tumbuh dan berubah setelah pendukung Liverpool, memperkenalkan merek-merek fashion Eropa yang mereka peroleh saat menemani klub kesayangan mereka melawan klub Perancis, Saint Etienne. Para pendukung Liverpool yang menemani klub kesayangan mereka menjalani laga melawan klub-klub Eropa, pulang ke Inggris dengan membawa pakaian-pakaian bermerek dari Italia dan Perancis, yang mereka jarah dari toko-toko.Pada saat itu, para polisi masih fokus para pendukung yang bergaya Skinhead, dengan sepatu bot khasnya, Dr. Martens, dan tidak memperhatikan para penggemar yang menggunakan pakaian-pakaian mahal karya desainer-desainer ternama. Para pendukung Liverpool kemudian membawa lagi merek-merek pakaian yang tidak pernah dijumpai sebelumnya di Inggris. Dan para pendukung klub-klub lain pun mulai memburu merek-merek Eropa yang masih langka di Inggris. Adapun para pendukung Liverpool masih identik dengan Lacoste Shirt dan Adidas Training hingga saat ini. Label pakaian yang terkait dengan Casuals pada tahun 1980 meliputi: Edinburgh Woollen Mill, Fruit of the Loom, Fila, Stone Island, Fiorucci, Pepe, Benetton, Sergio Tacchini, Ralph Lauren, Henri Lloyd, Lyle & Scott, Adidas, CP Company, Ben Sherman, Fred Perry, Lacoste, Kappa, Pringle, Burberry dan Slazenger. Trend berpakaian terus berubah dan subkultur Casuals mencapai puncaknya pada akhir 1980-an. Dengan lahirnya scene musik Acid House, Rave and Madchester. Dan kekerasan dalam sub kultur Casuals memudar hingga batas tertentu.1990s and 2000sPada pertengahan 1990-an, sub kultur Casuals mengalami kebangkitan besar, tetapi penekanan pada gaya telah sedikit berubah. Banyak para penggemar sepak bola mengadopsi Casuals tampak sebagai semacam seragam, mengidentifikasi bahwa mereka berbeda dari pendukung klub biasa. Merek seperti Stone Island, Aquascutum, Burberry dan CP company terlihat di hampir setiap klub, serta merek-merek klasik favorit seperti Lacoste, Paul & Shark dan Pharabouth. Pada akhir 1990-an, banyak pendukung sepak bola mulai bergerak menjauh dari merek-merek yang dianggap seragam Casuals, karena polisi mulai memerhatikan tindak tanduk Casuals. Selain itu beberapa desainer juga menarik produk-produk mereka setelah tau bahwa produk-produk mereka di pakai oleh Casuals. Meskipun beberapa Casuals terus memakai pakaian Stone Island di tahun 2000-an, banyak dari mereka yang telah mencopot logo kompas Stone Island sehingga merek pakaian mereka menjadi tidak ketahuan. Namun, dengan dua tombol masih menempel, orang yang tahu masih bisa mengenali pakaian Casuals lainnya. Pada akhir 90-an itu beberapa pasukan polisi mencoba untuk menghubungkan logo kompas Stone Island dengan neo-Nazi versi dari salib Celtic. Karena itu, label pakaian baru mulai memperoleh popularitas di antara Casuals. Seperti halnya produk-produk pakaian dari merek-merek ternama yang laku dipasaran, barang palsu yang murah juga mudah didapat. Prada, Façonnable, Hugo Boss, Fake London Genius, One True Saxon, Maharishi, Mandarina Duck, 6.876, dan Dupe telah mulai mendapatkan popularitas luas.Casual fashion telah mengalami peningkatan popularitas di tahun 2000-an, setelah beberapa band-band Inggris seperti The Streets dan The Mitchell Brothers menggunakan pakaian kasual olahraga dalam video musik mereka. Budaya Casuals pun telah diangkat ke dalam media visual seperti film-film dan program televisi seperti ID, The Firm, Cass, The Real Football Factory dan Green Street Hooligans 1 & 2. Pada tahun 2000-an, label pakaian yang terkait dengan pakaian Casuals termasuk: Stone Island, Adidas Originals, Lyle & Scott, Fred Perry, Armani, Three stroke, Lambretta, Pharabouth dan Lacoste. Namun menjelang akhir dekade 2000-an banyak Casuals yang menggunakan label-label independen seperti Albam, YMC, APC, Folk, Nudie Jeans, Edwin, Garbstore, Engineered Garments, Wood Wood dan Superga. Namun merek besar seperti Lacoste, Ralph Lauren dan CP Company masih popular di kalangan CasualsCasuals merupakan salah satu bagian dari budaya didalam sepak bola, yang identik dengan hooligansime dan pakaian-pakaian mahal bermerek. Sub kultur ini lahir pada akhir dekade 70-an, di Britania Raya, dimana ketika itu banyak para hooligan klub-klub sepak bola, mulai mengenakan pakaian-pakaian mahal untuk menghindari perhatian polisi. Mereka tidak lagi mengenakan atribut-atribut beraroma logo-logo klub kesayangan, agar tidak dikenali, sehingga lebih mudah untuk menyusup kelompok musuh dan untuk masuk kedalam pub.Jenis-jenis musik yang disukai oleh para Casuals pada akhir dekade 70-an adalah Oi!, Mod, dan Ska. Tak heran, karena beberapa Casuals itu merupakan pengikut dari sub kultur skinhead, mod, dan rude boy. Pada era 80-an, selera musik Casuals bersifat eklektik alias campur-campur. Pada akhir dekade 80-an dan 90-an awal, mereka cenderung menyukai scene Madchester (co: The Stone Roses), dan Rave. Dan di era 90-an saat sub kultur alternatif baru yang bernama Britpop, yang digunakan untuk melawan arus Grunge, para Casuals ini pun menjadi penggemar Britpop. Ada pengaruh kuat dari budaya Rave terhadap Casuals, rave sendiri cenderung menyerukan perdamaian, sehingga banyak dari Casuals ini yang mengenakan pakaian-pakaian khas mereka, namun justru menjauhkan diri dari tindak hooliganisme. Kadang-kadang banyak band-band yang bergaya Casuals saat dipanggung dan dalam sesi pemotretan, seperti yang dilakukan Damon Albarn dan kawan-kawan di BLUR dalam video “Parklife” Sejak itu Brutal pop khas BLUR (kadang disebut juga indie rock) telah menjadi jenis musik yang paling disukai oleh Casuals.

KASTA MANUSIA DI STADION




"KASTA MANUSIA DI STADION"
1. MURNI SUPPORTER
Orang yang dikategorikan dalam kelompok ini adalah orang yang memiliki jiwa supporter, dari rumah memang sudah niat mau mendukung tim secara total dan ketika sampai di stadion pun orang ini pasti langsung merapat ke tribun Supporter untuk bergabung bersama kawan supporter lainnya. Orang tipe ini mudah dikenali, PASTI MEMAKAI ATRIBUT, atau identitas Supporter. #Cek aja deh kalo ga percaya
2. PENONTON
Yaks, PENONTON.. orang yang dari rumah berdandan sangat rapih kadang membawa anggota keluarganya dan duduk di tribun tertutup atau terbuka namun dia hanya duduk manis menyaksikan laga berjalan sambil sesekali mengeluarkan rasa gemas terhadap pertandingan yang seru. Orang tipe ini biasa kalau terpancing oleh permainan pemain lawan ia akan melempar barang-barang yang ada (Botol, Kertas, Plastik jajan dll)
3. PENIKMAT BOLA.
Orang tipe ini datang hanya untuk menikmati jalannya pertandingan kedua tim. Sambil berkomentar tentang pertandingan tersebut dan tak jarang sedikit emosional koment nya.. hingga kata kasarpun keluarorang tipe ini gampang memancing emosi supporter tamu lewat aksinya.Ciri Ciri: Pakaian Bebas (gak rapi, biasanya pake kaos bola), duduk di tribun umum.
4. PEDAGANG ASONGAN.
yaks, pasti tau lah orang tipe ini..datang berdandan seadanya sambil membawa barang dagangannya, tanpa ada niat sama sekali untuk menyaksikan pertandingan..Tapi kadang kasian sama Orang tipe ini, karena biasanya orang ini yang selalu MENJADI KORBAN bila ada GESEKAN bahkan CHAOS antar supporter

Sejarah Viking Persib, Maung Bandung


Melihat rangkaian sejarah Viking Persib Club memang tidak akan terlepas dari perjalanan Persib Bandung itu sendiri.... Dalam mengarungi samudra kompetisi perserikatan maupun Liga Indonesia. Berawal dari perjalanan sang “Maung Bandung” yang begitu membanggakan dan menggetarkan Dunia Persepakbolaan Nasional, khususnya pada dekade tahun 1985 s/d 1995... Kala itu persib telah mampu memberikan sebuah “kebanggaan” bagi warga Kota Bandung dan masyarakat Jawa Barat, khusunya bagi para pecinta fanatik Persib. . . Ketika beberapa kali secara berturut-turut mampu tampil di Final Piala Presiden (perserikatan kala itu) dan tiga kali diantranya Persib mampu tampil sebagai “Kampioen”... Kemudian setelah itu, dilanjutkan kembali dengan merebut gelar juara pada kompetisi format baru Liga Indonesia I. Semua prestasi tersebut, tentu saja menjadikan Persib bak Legenda di Dunia Persepakbolaan Nasional dan legenda tersebut tentu saja harus dilestarikan...


Terutama oleh kita selaku bobotoh fanatiknya. Totalitas yang telah diberikan oleh Persib kala itu dijawab dengan “Totalitas” oleh sekelompok pendukung Persib di tribun selatan, yang kelak menjadi cikal bakal dari terbentuknya Viking Persib Club. Dari seringnya pertemuan diantara mereka ketika membeikan dukungan kepada Persib, secara tidak langsung kemudian terbentuklah sebuah komunitas yang “Militan” dan memberikan segala letupan emosi mereka hanya untuk sang ”Idola” Persib “Maung Bandung”. Melalui prakarsa salah seorang diantara mereka, maka lahirlah sebuah kesepakatan serta komitmen untuk mendirikan sebuah wadah untuk menyatukan “Rasa Cinta” mereka terhadap Persib “Maung Bandung”. Akhirnya, setelah melalui beberapa kali pertemuan, tepatnya pada tanggal 17 Juli 1993 di sebuah rumah Bahu di jalan Kancra No.34 Buah Batu Bandung terwujudlah “Kesepakatan” tersebut dengan lahirnya sebuah kelompok supporter Persib... Dengan nama Viking Persib Club.


Nama viking diambil dari nama sebuah suku bangsa yang mendiami kawasan Skandinavia di Eropa Utara. Suku bangsa tersebut terkenal memiliki karakter yang gigih, solid, militan, patriotis, berani, pantang menyerah dan berjiwa penakluk. Semangat dan karakter seperti itulah yang kelak dicoba untuk “Mendasari” semangat karakter para bobotoh Persib... Khususnya anggota Viking Persib BandungClub. Dengan memiliki semangat serta karakter seperti itu... Diharapkan “Totalitas serta Loyalitas” dari para bobotoh Persib akan terus berkibar.. Dan hal itu sangat diperlukan dalam menjaga “kehormatan” Persib selaku tim kesayangan kita semua, agar tetap lestari... Khususnya di Bumi Parahyangan ini, serta di kancah Persepakbolaan Nasional pada umumnya. Perjalan waktu, kebersamaan, hubungan pertemanan dan “ kesamaan rasa cinta” yang terbina... Pada akhirnya menjadikan Viking Persib Club sebagai sebuah kelompok supporter yang selalu “eksis” dan dapat bertahan sampai dengan saat ini, bahkan mampu berkembang menjadi sebuah kelompok dengan Basis Massa yang sangat Besar Rasa “Persaudaraan” diantara sesama anggota merupakan landasan dari Viking Persib Club, sedangkan “Totalitas” serta “Loyalitas” terhadap Persib merupakan dasar tebentuknya. Dengan segala formalitasnya seperti saat ini...


Viking tetap akan mempertahankan “ciri khasnya”... Independen dan bercirikan rasa “kekeluargaan” yang tinggi diantara sesama anggotanya... Memang hal tersebutlah yang diyakini akan dapat menjaga serta menjadi perekat diantara seluruh anggota Viking Persib Club...dengan begitu ...keberadaan Viking sebagai “kelompok bobotoh” Persib dapat bertahan terus selamanya...sehingga Viking secara total dapat memberikan kontribusinya terhadap Persib dengan memberikan dukungan dimanapun, kapanpun dan dengan cara apapun

Gallery about PERSIB CHAMPION ISL 2014